Minggu, 22 Juli 2012

Perintah makan dan minum yang halal dan menjauhi yang haram


Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar manusia memakan makanan yang halal dan baik.
Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُون
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. An-Nahl: 114)
Ada tiga kata penting yang perlu dibahas pengertiannya, yaitu makanhalal, dan baik. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, makan berarti memasukkan makanan pokok ke dalam mulut serta mengunyah dan menelannya. Namun, pengertian tersebut terasa kurang tepat jika diterapkan dalam perkara makanan halal dan haram karena orang dapat menyalahgunakannya. Misalnya, makanan haram dianggap menjadi halal jika dibuat minuman atau kuah. Oleh karena itu, dalam makalah ini, makan adalah peristiwa memasukkan sesuatu ke dalam tubuh melalui mulut atau bagian tubuh lainnya (misalnya dalam infus). Dengan demikian, memasukkan cairan ke dalam mulut dalam bentuk kuah atau minuman termasuk kategori makan.
Halal berarti lawful yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi sah menurut hukum. Kebalikan dari halal adalah haram. Dalam kaitannya dengan makanan, halal dan haram adalah istilah yang menerangkan status hukum suatu makanan, yaitu sah atau tidak sah menurut hukum Allah. Artinya, suatu makanan halal (sah menurut hukum Tuhan) belum tentu boleh dimakan. Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa makanan yang boleh dimakan adalah yang halal (sah menurut hukum Allah) dan baik. Jadi, perlu ditegaskan di sini bahwa pengertian halal tidak sama dengan boleh dimakan. Yang boleh dimakan adalah yang halal dan baik.
Makanan yang haram adalah tidak halal. Dan sebaliknya, makanan yang tidak haram adalah halal. Mulai dari sini dapat dimengerti bahwa pembicaraan haram dan halal selalu bersama-sama.Artinya, pada saat kita membahas makanan haram, secara otomatis kita membahas makanan halal.
Makanan yang baik adalah yang bermanfaat bagi kehidupan orang yang mengkonsumsinya. Manfaat tersebut dapat ditinjau dari segi jasmaniah dan rohaniah. Makanan yang baik dari segi jasmaniah adalah yang tidak mengganggu kesehatan sedangkan makanan yang baik dari segi rohaniah adalah yang tidak membuat rasa permusuhan, rasa kebencian, lupa pada pengingatan Allah, atau lupa shalat.
Adapun makanan haram dan larangan untuk memakannya, telah dijelaskan Allah pada banyak ayat dalam Al-Qur`an:
“Katakanlah, ‘Aku tidak menjumpai dalam yang telah diwahyukan kepadaku yang diharamkan untuk semua orang yang akan memakannya kecuali yang mati atau darah yang mengalir keluar atau daging babi- karena sungguh, masing-masing adalah kotoran- atau ketidakpatuhan dalam bentuk penyembelihan untuk selain Allah. Kecuali jika dalam keadaan terpaksa bukan karena menginginkannya dan bukan pula karena melanggar (batasnya), maka sungguh, Tuhanmu adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang).” (QS. An-Nahl: 145)
Juga firman-Nya:
“Dibuat haram bagimu binatang-binatang mati, darah, daging babi, dan yang dipersembahkan kepada selain Allah, dan yang dibunuh dengan cara dicekik, atau dengan suatu pukulan keras atau dengan menjatuhkan kepalanya lebih dahulu atau dengan melukainya dengan tanduk, dan yang dimakan oleh binatang liar kecuali yang kamu sembelih (sebelum kematiannya), dan bahwa yang dikurbankan di atas meja batu, dan yang kamu mencari pembagian dengan anak panah-anak panah ramalan- itu adalah ketidaktaatan yang serius. Hari ini mereka yang tidak beriman telah berputus asa untuk mengalahkan agamamu; maka janganlah takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Hari ini Aku telah menyempurnakan agamamu untukmu dan Aku telah melangkapi Kebaikan-Ku kepadamu, dan Aku telah menyetujui untukmu Islam sebagai suatu agama. Akan tetapi siapapun terpaksa karena kelaparan dengan tanpa keinginan berbuat dosa, kemudian sungguh, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 3)
PENTINGNYA MAKANAN HALAL DAN PENGARUHNYA
Memakan makanan halal serta menjauhkan diri dari yang haram sangat penting sekali. Hal ini ditunjukkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini:
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ »
“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik, dan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin dengan apa yang diperintahkannya kepada para rasul dalam firman-Nya: ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’” (QS. Al-Mu’minun: 51)
Dan Ia berfirman, (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian beliau menyebutkan seorang laki-laki yang kusut warnanya seperti debu mengulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdo’a: ‘Ya Rabb, Ya Rabb,’ sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia kenyang dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin orang tersebut dikabulkan permohonannya?!”
Dalam hadits di atas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa makanan yang dimakan seseorang mempengaruhi diterima dan tidaknya amal shalih seseorang. Hal ini tentunya cukup membuat kita memberikan perhatiaan yang serius dan berhati-hati dalam permasalahan ini.
Ibnu Rajab Al-Hanbali –rahimahullah- berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa amal tidak diterima dan tidak suci kecuali dengan memakan makanan yang halal. Sedangkan memakan makanan yang haram dapat merusak amal perbuatan dan membuatnya tidak diterima.”
Hal ini sangat berbahaya sekali, perhatikan lagi sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallamyang lain:
إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِه
“Siapa saja hamba yang dagingnya tumbuh dari (makanan) haram maka Neraka lebih pantas baginya.” (HR. At-Tirmidzi)
Selain itu, berikut beberapa manfaat makanan halal:
1. Bagi umat Islam, mengkonsumsi yang halal dan baik (thayib) merupakan manivestasi dari ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah. Hal ini terkait dengan perintah Allah kepada manusia, sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur`an:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Maidah: 88)
2. Memakan yang halal dan thayib merupakan perintah dari Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia yang beriman. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini juga ditegaskan dalam ayat yang lain, seperti:
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)
3. Memakan yang halal dan thayib akan berbenturan dengan keinginan syetan yang menghendaki agar manusia terjerumus kepada yang haram. Oleh karena itu menghindari yang haram merupakan sebuah upaya yang harus mengalahkan godaan syetan tersebut. Mengkonsumsi makanan halal dengan dilandasi iman dan taqwa karena semata-mata mengikuti perintah Allah merupakan ibadah yang mendatangkan pahala dan memberikan kebaikan dunia dan akhirat. Sebaliknya memakan yang haram, apalagi diikuti dengan sikap membangkang terhadap ketentuan Allah adalah perbuatan maksiyat yang mendatangkan dosa dan keburukan. Sebenarnya yang diharamkan atau dilarang memakan (tidak halal) jumlahnya sedikit. Selebihnya, pada dasarnya apa yang ada di muka bumi ini adalah halal, kecuali yang dilarang secara tegas dalam Al Qur’an dan Hadits.
DANPAK MAKANAN HALAL TERHADAP KESEHATAN JASMANI DAN PERILAKU MANUSIA
Memakan makanan yang bergizi disamping halal adalah karena untuk kebaikan manusia itu sendiri. Makanan yang bergizi merupakan makanan yang dibutuhkan untuk memperoleh kualitas kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap kualitas akal dan rohani.
Bahan makanan menurut ilmu pengetahuan baik, belum tentu baik menurut ilmu pengetahuan, seperti otak hewan dikonsumsi oleh orang berpenyakit jantung akan membahayakan jiwanya.
Persyaratan makanan bergizi menurut ilmu gizi adalah memenuhi fungsi:
1. Memenuhi Kepuasan Jiwa
2. Memberi rasa kenyang
3. Memenuhi kebutuhan naluri dan kepuasan jiwa
4. Memenuhi kebutuhan sel-sel baru untuk kebutuhan badan
5. Menggantikn sel-sel yang rusak
6. Mengatur metabolisme
7. Mempertahankan tubuh
Kesehatan jasmani banyak tergantung pada apa yang kita makan. Anak balita membutuhkan protein, sedangkan balita membutuhkan karohidrat lebih banyak dari orang dewasa.
Jumlah dan variasi mkanan yang mempengaruhi kekuatan tubuh, daya kerja, dan daya tahan tubuh terhadap makanan yang halal dan bergizi juga dapat menjaga keseimbangan hormone. Untuk menjaga unsure dasar dalam keharmonisan kesadaran dan perasaan hati manusia serta keseimbangan mental sesuai ungkapan “Akal mental yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat.”
Disamping alasan yang bersifat lahir (menjaga keseimbangan tubuh dan kesehatan ). Makanan halal juga memberikan dampak terhadap perilaku seseorang.
1. Menjaga keseimbangan jiwa manusia yang suci dan fitrah untuk tetap mentauhidkan Allah.
2. Menumbuhkan sikap juang yang tinggi karena menjaga kehalalan makananya.
3. Membersihkan hati dan menjaga lisan, karena daging yang tumbuh akan meningkatkan kualitas kesalehan.
4. Menumbuhkan kepercayaan diri dihadapan Allah. Karena Allah akan selalu mendengarkan do’a kita.
Terakhir, marilah kita renungkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini:
فَمَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لاَ يَأْكُلَ إِلاَّ طَيِّبًا فَلْيَفْعَلْ
“Maka barangsiapa yang bisa untuk tidak makan sesuatu kecuali yang baik-baik, maka kerjakanlah.” (HR. Al-Bukhari)
Semoga Allah senantiasa memudahkan kita dalam segala usaha dan ibadah kita. Amin. Wallahu A’lamu bish Shawab.

Pentingnya Makanan Halal dan thayib

Bagi umat Islam, mengkonsumsi yang halal dan baik (thayib) merupakan manivestasi dari ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah. Hal ini terkait dengan perintah Allah kepada manusia, sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur’an, Surat Al Maidah : 88 yang artinya: 
 “dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”
Memakan yang halal dan thayib merupakan perintah dari Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia yang beriman. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini juga ditegaskan dalam ayat yang lain, seperti yang terdapat pada Surat Al Baqarah : 168 yang artinya: 
 “Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu" 

Memakan yang halal dan thayib akan berbenturan dengan keinginan syetan yang menghendaki agar manusia terjerumus kepada yang haram. Oleh karena itu menghindari yang haram merupakan sebuah upaya yang harus mengalahkan godaan syetan tersebut. Mengkonsumsi makanan halal dengan dilandasi iman dan taqwa karena semata-mata mengikuti perintah Allah merupakan ibadah yang mendatangkan pahala dan memberikan kebaikan dunia dan akhirat. Sebaliknya memakan yang haram, apalagi diikuti dengan sikap membangkang terhadap ketentuan Allah adalah perbuatan maksiyat yang mendatangkan dosa dan keburukan. Sebenarnya yang diharamkan atau dilarang memakan (tidak halal) jumlahnya sedikit. Selebihnya, pada dasarnya apa yang ada di muka bumi ini adalah halal, kecuali yang dilarang secara tegas dalam Al Qur’an dan Hadits. Semua yang berasal dari laut adalah halal untuk dimakan, sebagaimana ayat berikut ini: 
“Dihalalkan bagimu (ikan) yang ditangkap di laut dan makanan yang berasal dari laut” QS Al Maidah : 94 

Beberapa ayat berikut ini menyebutkan bahwa dalam Al-Qur’an hanya sedikit yang tidak halal. Namun dengan perkembangan teknologi, yang sedikit itu bisa menjadi banyak karena masuk ke dalam makanan olahan secara tidak terduga sebelumnya. Beberapa larangan yang terkait dengan makanan haram tersebut adalah: QS Al Maidah : 3
 “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tecekik, yang dipukul, yang jatuh ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali kamu sempat menyembelihnya.” 
 QS Al Baqarah : 173 “Sesungguhnya Allah yang mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan yang disembelih dengan nama selain Allah.”
 QS Al Maidah : 4 “Dan makanlah binatang yang ditangkap dalam buruan itu untukmu dan sebutlan nama Allah ketika melepaskan hewan(anjing) pemburunya.”
 QS Al An’ am : 121 “Dan janganlah kamu makan sembelihan yang tidak menyebut nama Allah dan sesungguhnya yang demikian itu fasik.”
 QS An Nahl : 67 “Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rizki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memikirkan.” 
 QS Al Baqarah : 219 “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi; Katakanlah : “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya.” 
 QS An Nisa : 43 “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” 

 Dari serangkaian ayat di atas, beberapa yang diharamkan adalah: Bangkai, Darah, Babi, Binatang yang disembelih selain menyebut nama Allah, Khamer atau minuman yang memabukkan.
 Dengan kemajuan teknologi, banyak dari bahan-bahan haram tersebut yang dimanfaatkan sebagai bahan baku, bahan tambahan atau bahan penolong pada berbagai produk olahan. Akhirnya yang halal dan yang haram menjadi tidak jelas, bercampur aduk dan banyak yang syubhat (samar-samar, tidak jelas hukumnya). 
Menghadapi kasus semacam ini maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya makanan olahan yang telah tersentuh teknologi dan telah diolah sedemikian rupa statusnya menjadi samar (syubhat), sehingga dapat dibuktikan statusnya sebagai halal atau haram. Penentuan ini dilakukan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia berdasarkan kajian dan audit (pemeriksaan) yang dilakukan oleh LPPOM MUI.